RI Tahan 14 Jam, Rocky: Politik RI Tak Bahas Geopolitik dan Geostrategi

Selasa, 10 Juli 2018
Indonesiaplus.id – Sebuah riset termukhtahir menyatakan Indonesia diprediksi mampu bertahan tak lebih dari sehari jika terjadi konflik di Laut China Selatan (LCS) antara Amerika Serikat dengan China.
Konflik Laut China Selatan dimulai dengan ketegangan nuklir Korea Utara, lalu ditambah perang dagang AS Vs China, ketegangan itu akan memuncak menjadi konflik regional.
Pengamat sosial politik, Rocky Gerung mengklaim Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu pernah membayangkan ketika benar terjadi perang di Laut China Selatan, Indonesia mampu bertahan selama satu pekan. Namun, berdasarkan riset terbaru, Indonesia jauh dari ekspektasi itu.
“Indonesia hanya mampu bertahan 14 jam. NKRI itu selesai dalam 14 jam,” ujar Rocky Gerung usai menjadi pembicara diskusi publik di Padang, Sumatera Barat, Senin (9/7/2018).
Jika kemudian perang super power itu terjadi, maka radar udara akan dikacaukan sehingga barang impor tidak mungkin masuk ke RI. Dalam hitungan jam NKRI akan lumpuh.
“Logistiknya akan ditutup oleh armada ketujuh Amerika di Okinawa, dia turun ke arah Pakistan, yang arah Pakistan naik ke arah Okinawa, dijepit kita disitu, maka seluruh distribusi impor ditutup, selesai kita,” ungkapnya.
Jika ada ibu-ibu yang hendak melahirkan, oksigen tidak tersedia karena oksigen harus impor. Antibiotik tidak tersedia karena impor, sehingga infeksi dengan cepat menjalar ke seluruh tubuh.
“Kenapa begitu? Karena kita tergantung pada impor. Jadi daya tahan kita ini sebenarnya palsu. 14 jam selesai. Embargo senjata, habis kita,” tandasnya.
Bagi mantan Dosen Filsafat UI ini, kebesaran negara ini terutama di dalam perang proxy global tidak ada apa apanya, jika dibandingkan dengan kekuatan negara-negara super power yang ada saat ini. Ia menekankan pentingnya otak dan pentingnya akal pikiran.
Ia membayangkan dari Kota Padang sampai ke Manokwari, kemudian dari timur sampai ke Bunaken ada gerakan akal sehat, mengaktifkan ulang akal sehat sebagai perisai utama untuk melindungi bangsa Indonesia, dan selalu berfikir cerdas.
“Kita tidak mungkin mengandalkan keamanan nasional dengan 7 hingga 8 skuadron, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kekuatan super power,” tandasnya.
Politik dunia hari ini, dibuat cemas oleh pertentangan negara-negara super power. Sayangnya, di dalam pembicaraan politik Tanah Air, tidak ada yang bicara soal tentang geopolitik, dan geostrategi. “Karena sibuk dengan elektabilitas. Padahal ada ketegangan disitu,” kritiknya.
“Bagaimana mungkin bangsa yang didirikan oleh orang-orang pandai di zamannya, kehilangan intelektualitas, lalu kita ditakuti dengan stabilitas, yang penting NKRI harga mati,” tandasnya.[Mus]