POLITICS

Dirjen: Konferensi Sejarah Modern Tidak Perlu Menunggu 5 Tahun

Selasa, 25 Juli 2017

Indonesiaplus.id – Mengungkap masa pendudukan Jepang di Indonesia, diperlukan sumber-sumber sejarah. Upaya itu, bisa meningkatkan pengetahuan dan mendorong untuk meneliti sejarah, sekaligus masyarakat bisa mudah mengakesnya.

“Diperlukan sumber-sumber sejarah yang bisa membantu orang melakukan penelitian,” ujar Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, saat Focus Group Discussion (FGD) Penggalian Sumber Sejarah Masa Pendudukan Jepang, di Kompleks Kemdikbud, Selasa (25/7/2017).

Namun, kata Hilmar, inventarisasi sumber – sejarah dibutuhkan sebelum memastikan masyarakat bisa mengakses sumber tersebut dengan efektif.

“Bisa saja kita memiliki agenda agar masyarakat dengan mudah mengakses sumber-sumber sejarah melalui bentuk kerjasama antarlembaga dan pihak-pihak terkait lainnya, ” katanya.

Saat ini, banyak bicara sejarah lisan, sehingga perlu metode tersendiri, ragam ekspresi, kemampuan tersendiri, bekerja dengan waktu, serta periode sejarah nasional perlu disisir dan dibuat sebuah konferensi.

“Konferensi sejarah perlu dibuat setiap tahun dan tidak menunggu 5 tahun. Dalam konferensi bisa digelar student conference bagi para mahasiswa S1, S2, S3, serta perlu Steering Committee bersifat internasional, ” tandasnya.

Narasumber dari Keio University, Jepang, Prof. Aiko Kurasawa menyatakan, mengumpulkan sumber-sumber ada sejumlah kendala, misalnya tema terkait jugun ianfu, pemerintah jepang tidak mau memberikan informasi.

“Kendati ditutup-tutupi, para sejarawan menemukan sumber – sumber lain yang akhirnya pemerintah Jepang terpaksa mengakui sejarah kelam tersebut, ” ucap Aiko.

Di antara sumber utama sejarah masa pendudukan Jepang, yaitu (1) National Institute for Defense Studies Archive, terbuka untuk umum, tidak perlu izin untuk orang asing, (2) Japan Center for Asian Historical Records.

Juga, (3) Diplomatic Archives of the Ministry of Foreign Affairs of Japan, arsip konsulat tapi jarang bahan mengenai Indonesia, lebih banyak tentang Thailand/Vietnam, (4) Osaka International Peace Center (Peace Osaka), bukan arsip melainkan tempat pameran.

Termasuk, (5) Nishijima Collection, kumpulan berbagai arsip terkait penjajahan militer Jepang di Indonesia yang dikumpulkan Nishijima dan diserahkan ke Waseda University pada 1971, dikumpulkan secara pribadi, sumber bukan dari arsip tapi bahan pribadi dan kebanyakan dalam bahasa Jepang.

Kendala lain yaitu sangat perlu translation project, sebab dari pihak pemerintah Jepang sulit mencari dana. Beberapa tahun lalu, Japan Foundation giat membantu terkait sejarah, tapi kini tidak terlalu banyak lagi.

“Mungkin tergantung upaya yang dilakukan. Biasanya masyarakat tidak begitu tertarik sejarah, melainkan mereka lebih tertarik pada sektor kesehatan atau pendidikan, ” teranganya.

Direktur Sejarah, Triana Wulandari menjelaskan, bahwa diperlukan upaya memiliki sumber – sumber sejarah masa pendudukan Jepang di Indonesia, salah satunya dengan membeli dan paling tidak untuk di Direktorat Sejarah.

“Langkah pertama bisa dimulai dengan membuat bibliografi tematik, menjadi sebuah buku untuk mendukung akademisi atau mahasiswa, termasuk dari arsip-arsip yang dikumpulkan secara pribadi, ” katanya.

Masih ada 70 ribu foto yang bisa menjadi sumber sejarah, sehingga mungkin banyak dari para sejarawan belum tahu. Juga, ada ide konferensi sejarah modern dan sejarah lisan yang hasilnya belum disimpan rapi arsipnya.

“Usulan Pak Dirjen yang sangat baik, yaitu ide menggelar konferensi sejarah modern dan sejarah lisan. Pada prinsipanya, kami siap memfasilitasi baik untuk bibliografi maupun konferensi sejarah modern, ” tandasnya.[Sap]

Related Articles

Back to top button