Direktur: Guru Sejarah Perlu Tambah Referensi Bacaan Buku Sejarah
Selasa, 11 Juli 2017
Indonesiaplus.id – Guru sejarah memiliki posisi strategis dalam upaya menanamkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air para siswa. Sehingga perlu meningkatkan mutu, mengembangkan kualitas, serta memotivasi agar menggali sejarah lokal.
“Di tangan bapak dan ibu gurulah para siswa bisa mengenal, mendalami, serta mencinta bangsanya. Menjadi kebutuhan agar guru sejarah menyediakan waktu menambah referensi bacaan buku sejarah baik lokal maupun nasional, ” ujar Direktur Sejarah, Triana Wulandari, usai membuka Workshop Guru Sejarah Tingkat SMA/MA Sederajat di Medan, Sumatera Utara, Selasa (11/7/2017).
Di kelas, kata Triana, guru tidak hanya berdiri di hadapan siswa dan menyampaikan materi sejarah. Tapi juga dituntut memiliki kedalaman mengajar yang diperkaya dengan referensi bacaan, seperti sejarah lokal.
“Guru sejarah harus memiliki kedalaman mengajar yang diperkaya referensi bacaan dan sejarah lokal. Misanya di Medan atau Sumatera Utara, peristiwa apa yang paling terkenal, dan seperti apa asal muasal ulos yang bisa memperkaya dan materi sejarah menjadi lebih komprehensif, ” katanya.
Agar pelajaran sejarah tidak membosankan, diperlukan terobosan – terobosan baru, misanya dengan penulisan kesejarahan, sosiodrama, lomba film pendek, lawatan sejarah, serta komik sejarah.
“Saya optimis melihat bapak dan ibu guru semuanya yang masih muda dan ditambah berbagai terobosan pengajaran sejarah yang akan menjadikan para siswa bisa belajar lebih antusias dan menyenangkan, ” tandasnya.
Melalui workshop guru sejarah tingkat SMA/MA sederajat diharapkan bisa meningkatkan mutu dan kualitas. Dengan tema, “Sejarah Lokal Sebagai Pengayaan Bahan Ajar Sejarah di Sekolah, “ mulai 11 hingga 14 Juli 2017 yang dihadiri 65 orang guru sejarah se Provinsi Sumatera Utara.
Workshop guru diisi dengan berbagai materi, di antaranya Sejarah Kebudayaan Indonesia; Metode Sejarah Lokal; Hakekat Sejarah Lokal: Komponen dan Aplikasinya; Penggalian dan Penulisan Sejarah Lokal.
“Juga, sejarah lisan dan tradisi lisan sebagai sumber sejarah; Penggalian dan Penulisan Sejarah Lokal; Penilaian otentik dalam pembelajaran sejarah lokal; serta diskusi kelompok: Peluang dan Tantangan Pembelajaran Sejarah di Sekolah “Pengalaman Guru Sejarah, ” katanya.[Sap]