NATIONAL

Badan Geologi ESDM: 10 Wilayah di Jawa Barat Masuk Zona Merah

Kamis, 29 Desember 2016

Indonesiaplus.id – Sepanjang 2016, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, terjadi 195 kejadian pergerakan tanah di seluruh Indonesia yang memicu longsor maupun banjir bandang. 101 kejadian atau hampir 60 persen terjadi di Jawa Barat.

Menurut Kepala Badan Geologi ESDM Ego Syahrial, dari 27 kota/kabupaten di Jawa Barat, berdasarkan pemetaan Badan Geologi, setidaknya 10 wilayah masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi atau biasa disebut zona merah.

Mulai dari Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tasikmalaya. Lalu Kabupaten Garut, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, hingga Kabupaten Cianjur merupakan wilayah zona merah.

“Zona merah sebenarnya tersebar hampir di seluruh penjuru Jabar. Sedikitnya itu merupakan sebaran wilayah zona merah yang kami keluarkan,” ucap Ego, Rabu (28/12/2016).

Data statistik menunjukkan, wilayah yang seringkali terjadi pergerakan tanah adalah Kabupaten Bandung Barat, yakni berupa pergerakan tipe lambat. “Bandung Barat itu paling banyak sekali. Hingga saat ini, pergerakan tanah tidak ada habisnya,” ucapnya.

Pergerakan tanah tipe lambat mendominasi wilayah Jawa Barat. Secara perlahan struktur tanah bergerak atau mengalami perubahan. Misalnya, pergerakan tanah secara lambat yan mengakibatkan pergeseran 57 sentimeter pada pilar kedua dari jembatan Cisomang akibat akumulasi pergerakan sejak tahun 2012 silam.

Ada berbagai faktor menyebabkan Jawa Barat memenuhi prasayarat sebagai wilayah dengan tingkat kebencanaan paling tinggi. Sedikitnya ditemukan tiga faktor utama, mulai dari topografi dan demografi wilayah, lalu intervensi manusia, dan karakteristik tanah.

“Jawa Barat memenuhi prasyarat, wilayahnya banyak perbukitan terjal. Lalu intervensi dari human activity, contohnya pengalihan tata kelola lahan yang juga memicu pergerakan tanah,” katanya.

Sedangkan, untuk tipe pergerakan lambat, sebenarnya sangat perlu diwaspadai. Mitigasi bencana secara tepat diperlukan guna mencegah terjadinya bencana. Pergerakan tipe lambat tetap menunjukkan sinyal aktif meskipun dalam frekuensi yang kecil.

“Sekarang kita merasa aman-aman saja, tetapi jika terus sedikit demi sedikit baru terasa. Pengalaman sejarah sudah menunjukkan, seluruh daerah yang dikategorikan (zona) merah. Tiap tahun selalu terjadi entah itu tanah ambles, terjadi longsor , banjir bandang, terus berulang-ulang sebenarnya,” katanya.

Bencana banjir yang kini kerap melanda Jawa Barat, dipicu alih fungsi lahan di hulu sungai. Pendangkalan sungai pun kian hari terus bertambah, banjir bandang akibat meluapnya Sungai Cimanuk Garut, lalu banjir yang kerap melanda Bandung, jadi contoh nyata bahwa intervensi manusia merupakan salah satu faktor utama terjadinya bencana.

“Misalnya, Bandung. Bandung secara teknis tidak boleh banjir, karena dia (topografinya) miring. Tetapi karena bagian (Bandung) utara sudah dipenuhi dengan bangunan, yang seharusnya wilayah itu menyerap air, malah hilang (fungsinya). Jadinya lengkap, masalah semakin kompleks,” ujarnya.

Tetapi, jika melihat dari sisi geologi, lanjut dia, Jawa Barat memang tersusun dari tanah hasil dari pelapukan batuan vulkanik yang sangat mudah sekali berasosiasi dengan air.

“Tanahnya di Jawa Barat memang subur, tetapi di sisi lain gembur dan akibatnya rentan bencana,” katanya.[Sap]

Related Articles

Back to top button