Dirjen: Pendidikan Sejarah Tidak Sekedar Konsep Abstrak dan Hafalan
Senin, 28 Agustus 2017
Indonesiaplus.id – Dalam pendidikan karakter bangsa, sejarah memegang peranan sangat strategis. Sebab, melalui pendidikan sejarah itulah kesadaran tentang kebhinnekaan dan kesatuan bangsa ditumbuhkan dalam diri setiap peserta didik.
Pendidikan sejarah yang baik, tentu akan mampu mendekatkan jarak antara peristiwa kebangsaan di masa lalu dengan pengalaman konkret peserta didik di masa kini.
“Pendidikan sejarah seyogianya tidak sekedar menumbuhkan pengetahuan tentang tindakan besar tokoh-tokoh bangsa di masa lalu, melainkan melahirkan simpati dan empati terhadap berbagai pilihan yang diambil dari para tokoh tersebut, ” ujar Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam sambutan Ceramah Kesejarahan 2017 di Gedung A, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Ki Hadjar Dewantara, kata Hilmar, pernah menyampaikan pendidikan tidak sekedar soal mengasah daya cipta, tetapi menghidupkan rasa untuk melahirkan kehendak yang mandiri.
“Pendidikan sejarah yang sadar akan tugas nasionalnya untuk memperkuat karakter bangsa sudah seharusnya mengusahakan agar para peserta didik ikut merasakan, bukan hanya mengetahui, cita-cita bersama para pendiri bangsa tentang Indonesia merdeka dan merasakan pula kehendak untuk mempertahankan cita-cita itu, ” katanya.
Hubungan sejarah dan kepribadian menjadi sangat dekat. Sehingga pada akhirnya, pendidikan sejarah bertujuan membuat narasi sejarah kebangsaan menjadi bagian dari narasi sejarah pribadi peserta didik dan membuat sejarah kebangsaan seakan dialami sendiri oleh setiap peserta didik.
“Dengan demikian, kebangsaan akan menjadi pengalaman pribadi setiap peserta didik, tidak sekdar konsep yang abstrak terlebih sekadar untuk dihafalkan, ” ucapnya.
Satu-satunya cara untuk melahirkan kesadaran personal peserta didik tentang kebangsaan, yaitu mendemokratiskan pengalaman kebangsaan. Hal itu tentu hanya bisa tercapai bila pendidikan sejarah mampu menghidupkan narasi tentang keterkaitan sejarah antardaerah dan antarkelompok bangsa.
Sejatinya pendidikan sejarah memperlihatkan hubungan antarsimpul peristiwa sejarah antardaerah dan antarkelompok, serta menunjukkan bagaimana seluruh simpul mendukung perwujudan cita-cita Indonesia merdeka.
“Dengan menyadari keterkaitan itu adalah langkah maju dalam membangun kesadaran kebhinnekaan, sekaligus kesatuan bangsa. Hanya dengan hal itu kemerdekaan dan cita-cita kebangsaan akan dialami sebagai pengalaman pribadi setiap warga bangsa, ” tandasnya.
Berdasar pertimbangan tersebut, Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar kegiatan Ceramah Kesejarahan 2017 dengan tajuk “Pendidikan Sejarah Mempererat Kebhinekaan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Kegiatan bertujuan untuk membangun rasa cinta dan kebanggaan para pelajar dan mahasiswa terhadap pendidikan sejarah. Juga, menginspirasikan model pendidikan sejarah yang mampu menumbuhkan rasa cinta tanah air, rela berkorban, toleran terhadap perbedaan yang ada di dalam masyarakat.
“Dengan digelar kegiatan ini bisa memberikan inspirasi bagi segenap pelaku pendidikan sejarah, sehingga turut mendorong terpeliharanya semangat kebhinnekaan dan kebangsaan di dalam masyarakat, ” harapnya.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Prof. Dr Ahmad Syafii Maarif, Dr Yudi Latief, para guru sejarah dan mahasiswa, serta para pejabat dari berbagai instansi terkait.[Mor]