Akhirnya, Museum Multatuli Diresmikan Usai Jadi Wacana Sejak 2014
Minggu, 11 Februari 2018
Indonesiaplus.id – Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya dan Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, Minggu (11/2/2018), meresmikan Museum Multatuli.
Museum yang terletak di seberang Alun-Alun Rangkasbitung, Banten, itu sudah menjadi wacana sejak 2014 serta melalui proses riset dan pengumpulan koleksi sejak dua tahun terakhir.
Nama museum itu diambil dari nama pena Edward Douwes Dekker, mantan Asisten Wedana (Pembantu Bupati) Lebak asal Belanda yang menulis novel ‘Max Havelaar’.
Karya yang berisi tentang sindirannya terhadap pemerintah Hindia Belanda yang memperlakukan rakyat dengan semena-semena.
“Tentu saja, kami berharap kehadiran Museum Multatuli ini bisa menjadi pintu masuk orang datang ke Lebak untuk melihat destinasi-destinasi pariwisata lain. Juga, sebagai upaya kita untuk mengangkat Lebak dari ketertinggalan,” ujar Bupati Iti Octavia Jayabaya.
Di museum itu terdapat tujuh ruangan, satu ruangan didedikasikan untuk merawat ingatan tentang Douwes Dekker. Situs itu juga memuat sejarah kolonial Hindia Belanda, perjuangan antikolonial, sejarah Lebak dan Rangkasbitung, serta tokoh-tokoh nasional yang terinspirasi oleh ‘Max Havelaar’.
“Saya berharap museum ini menjadi lebih dari tempat yang menarik untuk wisata. Sungguh-sungguh menjadi tempat yang merawat ingatan kolektif, bagaimana kita keluar dari kepedihan kolonialisme,” tandas Hilmar Farid dalam pidatonya.
Banyak para tokoh, kata Hilmar, perjuangan dibesarkan dari Max Havelaar. Sehingga karya itu masih dipelajari hingga kini, karena memotret hubungan antara kekuasaan kolonial dengan pemerintahan feodalisme.
“Kolonialisme tidak mungkin hidup jika tidak ada ketimpangan dalam budaya kita sendiri. Museum ini akan memberi kita cara pandang baru dalam menafsirkan kolonialisme,” pungas Hilmar.[Mor]