Negara Eropa Larang BPA, Pakar ITB: Jumlah Kecil Aman Kalau Besar Bahaya
Indonesiaplus.id – Berbagai negara telah memperketat peraturan mengendalikan paparan senyawa Bisfenol A (BPA).
Sedangkan di Indonesia mulai mewajibkan peringatan label bahaya BPA pada galon guna ulang polikarbonat, dengan tenggat waktu transisi empat tahun bagi produsen untuk melakukan penyesuaian sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Pemerintah masih bersikap menenggang soal BPA dengan memberi napas cukup panjang kepada produsen air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan BPA untuk mematuhi regulasi, yakni selama empat tahun sejak peraturan diberlakukan BPOM tahun ini. Terkait hal ini, muncul berbagai pendapat dan pandangan dari pakar soal pelabelan BPA.
Seorang pakar polimer dari ITB, Prof. Akhmad Zainal Abidin menyoroti regulasi BPOM soal pelabelan galon polikarbonat berbahan BPA. Sebab, masih ada kurangnya transparansi dalam pelabelan produk dan kebutuhan mendesak akan informasi yang akurat tentang bahan kimia berbahaya.
“Pelabelan ‘BPA Free’ pada botol PET bisa menyesatkan,” ungkap Prof. Akhmad dalam diskusi “Fomo Apa-Apa BPA Free” di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/08).
Akhmad mengakui terkati adanya potensi bahaya jika kandungan zat berbahaya seperti BPA melebihi ambang batas. “Ada faktor bahaya? Ya kalau jumlahnya itu gede ya ada, tapi kalau jumlahnya kecil ya aman. Tapi sejauh ini, jumlahnya enggak besar,” katanya.
BPOM sudah cukup transparan dengan memutuskan untuk mengeluarkan regulasi terkait pelabelan bahaya BPA pada galon guna ulang polikarbonat, setelah sebelumnya mendapatkan data tiga kali hasil pemeriksaan pada fasilitas produksi dalam kurun waktu 2021-2022, di mana didapati kadar BPA yang bermigrasi pada air minum dengan jumlah melebihi ambang batas aman 0,6 ppm mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 3,13%, 3,45%, dan 4,58%.
Pernyataan Akhmad mengecilkan bahaya BPA kalau dalam jumlah kecil, realitasnya justru berbanding terbalik. Sebutan label “BPA Free” pada botol plastik bening dari jenis Polietilena tereftalat (PET), secara internasional dinilai jauh lebih aman dan lazim digunakan di seluruh dunia.
Lima tahun terakhir, berbagai negara Eropa bertindak lebih jauh ketimbang Indonesia, dalam memperketat penggunaan BPA untuk kemasan makanan dan minuman.
Bukan cuma memperkecil batas migrasi BPA, Eropa juga secara drastis menurunkan angka asupan harian (total daily intake/TDI) pada asupan tercemar BPA yang bisa dikonsumsi manusia setiap hari.[auf]