HAARP, Proyek “Senjata” Siluman AS Dituding Sebabkan Gempa Turki-Suriah
Indonesiaplus.id – Pada Senin (6/2/2023), gempa dengan magnitudo 7,8 mengguncang wilayah Turki dan Suriah. Korban jiwa akibat gempa tersebut mencapai lebih dari 19 ribu orang di kedua negara.
Gempa dahsyat tersebut diyakini disebabkan fenomena geologis dan pergerakan lempeng bumi. Meski begitu, ada pula teori yang mengaitkan gempa dengan proyek pemerintah Amerika Serikat (AS).
Penganut teori konspirasi garis keras banyak mengaitkan bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk gempa di Turki dan Suriah, dengan High-frequency Active Auroral Research Program (HAARP) yang dijalankan AS.
Dilansir Daily Pakistan, HAARP atau dalam Program Penelitian Auroral Aktif Frekuensi Tinggi, merupakan proyek AS yang mempelajari atmosfer bagian atas dengan menggunakan pemancar radio berbasis di Alaska.
Laman HAARP menyebutkan, bahwa proyek itu mempelajari sifat dan perilaku ionosfer yang membentang kira-kira 50 mil hingga 400 mil di atas permukaan bumi, tepat di tepi ruang angkasa. Bersamaan dengan atmosfer atas yang netral, ionosfer membentuk batas antara atmosfer bawah Bumi dan ruang hampa udara.
Kendati demikian proyek ini tak pernah menanggapi klaim gempa, mereka pernah membahas teori manipulasi cuaca.
“Klaim di artikel Gaia tentang kemampuan HAARP untuk menyebabkan bencana alam atau mengendalikan perilaku manusia adalah salah,” ujar Direktur Lembaga Geofisika di University of Alaska Fairbanks, Robert McCoy.
Bukan kali pertama HAARP disalahkan atas bencana oleh para ahli teori konspirasi. Sebelumnya, HAARP diklaim menyebabkan gempa Haiti pada 2010, gempa bumi dan tsunami Chile pada 2010, dan gempa bumi dan tsunami Jepang pada 2011. Selain itu, HAARP dikaitkan dengan longsor besar di Filipina yang menewaskan lebih dari seribu orang pada 2006.
Para peneliti menyebutkan penyebab dari gempa yang terjadi di tenggara Turki dan utara Suriah bersumber dari lempengan bebatuan yang solid yang bergerak secara berlawanan sepanjang garis vertikal patahannya.
Kondisi tersebut menyebabkan tekanan sehingga salah satu lempeng tergelincir dan bergerak secara horisontal. Akibatnya, gerakan tersebut melepaskan jumlah tekanan luar biasa yang menyebabkan gempa dahsyat.[mar]





