BMKG: Pendeteksi Tsunami di Selat Sunda Hilang Sejak 2007

Minggu, 23 Desember 2018
Indonesiaplus.id – Alat pendeteksi tsunami di beberapa wilayah perairan rusak. Hal itu diakui oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Salah satunya di perairan Selat Sunda dan hilang sejak 2007 lalu.
“11 tahun lalu sejak 2007 (Buoy hilang), enggak tahu kemana. Buoy itu dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi),” ujr Kepala Pusat Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Tiar Prasetya di kantor BMKG, Jalan Angkasa, Jakarta Pusat, Minggu (23/12/2018).
Hingga kini alat pendeteksi tsunami di perairan Selat Sunda belum dipasang kembali. Pengadaan alat yang disebut Buoy itu dibawah kewenangan BPPT. Termasuk proses pemeliharaannya. “Kita dikirimi data tapi Buoy sekarang banyak yang rusak,” katanya.
Dengan alat itu, bisa mendeteksi kecepatan tsunami hingga mencapai daratan. Sehingga proses evakuasi warga di sepanjang bibir pantai bisa lebih cepat dilakukan.
“Dengan kecepatan tsunami, kalau di laut dalam mencapai 250 km per jam. Semakin mendekati daratan dangkal 40 km per jam,” ucapnya.
Kendattipun, kata Tiar, sejumlah wilayah perairan tidak ada dipasang Buoy, proses peringatan dini tsunami dilakukan secepat mungkin. BMKG segera mengirim sistem peringatan dini yang disebar ke masyarakat.”
Ada atau tidak ada BUOY, kalau ada gempa dan kita yakin potensi tsunami kurang dari 5 menit kita berikan warning ke masyarakat,” katanya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melaporkan data korban akibat tersapu tsunami di perairan Selat Sunda. Hingga Minggu, 23 Desember 2018, pukul 16.00 WIB, korban tewas bertambah menjadi 222 orang.
“Jumlah korban dan kerusakan akibat tsunami yang menerjang wilayah pantai di Selat Sunda terus bertambah. Data sementara yang berhasil dihimpun Posko BNPB hingga pukul 16.00 WIB tercatat 222 orang meninggal dunia, 843 orang luka-luka, dan 28 orang hilang,” ungkapnya.[sap]