Pengacara Bongkar Modus Museum British Penerima Barang Curian

Indonesiaplus.id – Pengacara hak asasi manusia terkemuka asal dari Australia, Geoffrey Robertson QC menuduh Museum British dituduh memamerkan banyak properti budaya yang dihasilkan dari pencurian.
“Perlu publik ketahui para wali dari Museum British telah menjadi penerima properti curian terbesar di dunia, dan sebagian besar harta rampasan mereka bahkan tidak dipajang di depan umum,” ujar Robertson dikutip dari Guardian, Rabu (6/11/2019).
Lembaga-lembaga Eropa, kata Robertson, dan Amerika Serikat (AS) agar mengembalikan harta yang diambil dari orang-orang yang ditaklukkan oleh penakluk atau penguasa kolonial. Bukan malah menyimpan atau memajang barang-barang jarahan itu.
Museum malah mengizinkan wisata barang curian tidak resmi menjadi koleksi yang dimiliki. Contoh saja kelereng Elgin, Hoa Hakananai’a, perunggu Benin, dan properti budaya yang dicuri lainnya. Tiga item tersebut berasal dari Yunani, Pulau Paskah, dan Nigeria.
Menurut Robertson, museum sering kali membuat serangkaian kebohongan dan setengah kebenaran untuk menyimpan keberadaan asal usul benda. Mereka sering menyematkan kata menyelematkan benda, sehingga menjadikan kepemilikan benda tersebut sah.
Hal yang sama dilakukan oleh Louvre di Paris dan Metropolitan di New York. Mereka mengambil warisan benda dari wilayah lain denga mencuri dari warga ketika perang terjadi kemudian menduplikasi.
Berbagai museum mengembalikan kekayaan budaya berdasarkan prinsip-prinsip hukum hak asasi manusia. Robertson mengamati Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memperkuat perdebatan dengan menyatakan warisan budaya Afrika tidak lagi dapat menjadi tawanan museum Eropa.
“Politisi mungkin membuat permintaan maaf yang lebih atau kurang tulus atas bekas kerajaan mereka. Tetapi, satu-satunya cara yang tersedia untuk memperbaiki adalah mengembalikan rampasan dari Mesir dan China dan penghancuran masyarakat Afrika, Asia, dan Amerika Selatan,” kata Robertson.
Saat ini, Robertson tengah menyiapkan laporan penyatuan kembali kelereng Elgin untuk pemerintah Yunani dengan Amal Clooney dan almarhum Profesor Norman Palmer. Dalam bukunya yang baru, dia mengakui ganti rugi mungkin mendorong klaim lebih lanjut.
Mantan kepala Museum Glasgow, Sheffield dan Manchester, Julian Spalding, sepakat kalau Museum British harus mengembalikan kelereng Elgin. Hal ini mempertimbangkan benda tersebut adalah bagian intrinsik dari salah satu karya seni terbesar dunia.
Seorang juru bicara British Museum mengonfirmasi kelereng Elgin diperoleh secara legal, dengan persetujuan otoritas Ottoman saat itu. “Itu tidak diperoleh karena konflik atau kekerasan. Kegiatan Lord Elgin diselidiki secara menyeluruh oleh komite pemilihan parlemen pada tahun 1816 dan terbukti sepenuhnya legal,” katanya.
Museum British mengakui sejarah sering kali sulit ditelusuri untuk beberapa koleksinya, termasuk cara-cara mendapatkannya.
“Kasus perunggu Benin, museum mengunjungi Kota Benin pada tahun 2018 untuk berbicara tentang rencana untuk Museum Kerajaan baru di Kota Benin dan bagaimana museum dapat membantu,”pungkasnya.[fat]